Minggu, 16 November 2014


Filsafat Ilmu & Ilmu Psikologi

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu psikologi merupakan ilmu yang relatif baru. Ilmu ini dulunya merupakan cabang dari dua buah ilmu, yaitu filsafat dan fisiologis. Ilmu psikologi terus berkembang seiring berjalannya waktu. Kita bisa mulai dari masa Yunani Kuno sampai pada masa kini, ilmu psikologi terus berkembang. Tetapi, bagaimana ilmu ini dapat berkembang ? Apakah ilmu psikologi merupakan ilmu yang ilmiah, yang benar – benar ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan secara empiris, atau hanya sebuah pseudoscience ? Untuk mengetahui jawaban tersebut, kita mulai dari asal muasal ilmu psikologi sampai ia dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu filsafat dan ilmu fisiologis merupakan akar dari ilmu psikologi. Berawal dari isu psyche, soul, dan mind – body problem (yang akan dibahas nantinya), ilmu psikologi berkembang sedemikian rupa sampai pada hari ini. Segala hal akan dibahas, dimulai dari aspek historisitas, filsafat, hingga ilmu pengetahuan modern untuk memahami mengapa ilmu psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang khas dan dapat berdiri sendiri sebagai ilmu pengetahuan.

Filsafat

Apakah itu filsafat ? Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philein, artinya mencintai dan Sophia, yang berarti kebijaksanaan (Sihotang, 2009). Dari kedua kata ini, secara harafiah kita dapat mengartikan filsafat sebagai pecinta kebijaksanaan. Tetapi, para filsuf seperti Herodotus menggunakan kata philosophein dalam arti yang lainnya. Ia menggunakan kata ini sebagai  “upaya untuk menemukan sesuatu”. Dalam artian ini, filsafat merupakan rasa ingin tahu manusia terhadap sesuatu. Menurut Sihotang (2009), Filsafat dapat didefinisikan sebagai tiga hal, yakni : 
(1) filsafat sebagai hasil perenungan. Dalam artian ini filsafat merupakan hasil permenungan terhadap hasil perenungan atau ide yang ada dalam diri manusia. Perenungan ini merupakan refleksi yang dilakukan oleh manusia kepada diri sendiri untuk mencari makna atau jawaban akan sesuatu hal yang dipikirkan dalam diri manusia. 
(2) filsafat sebagai kritik, yaitu filsafat berusaha untuk mengerti, membedakan, dan mengambil keputusan. 
(3) filsafat sebagai sebuah ilmu yang berusaha mencari kebenaran secara metodis, sistematis, rasional, dan radikal melampaui kebenaran dan pertanggungjawaban. Filsafat digunakan untuk mempertanyakan segala fenomena yang ada dalam kehidupan manusia. Kegiatan berfilsafat ini selain mempertanyakan segala fenomena yang ada juga digunakan untuk mencari jawaban atas fenomena tersebut. Artinya, tidak hanya menangkap fenomena atas pengelihatan empiris, tetapi digunakan untuk menangkap esensi (nomena) dalam sebuah kejadian. Hal ini kemudian direfleksikan dan dipertanyakan dalam diri manusia untuk mencari jawaban atas sebuah fenomena tersebut dan menggunakan akal budi manusia sebagai media utama manusia dalam mempertanyakan dan menjawab fenomena yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Atas dasar inilah mengapa filsafat dapat dikatakan sebagai akar dari seluruh ilmu pengetahuan, karena dari kegiatan berfilsafat manusia itu sendiri, manusia dapat mencari dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam sebuah fenomena yang terjadi di sekitar manusia.

Fisiologis

Fisiologis adalah sebuah cabang ilmu yang menjelaskan tentang aktifitas otak dan organ tubuh lainnya (Kalat, 2009). Seperti yang kita ketahui, isu fisiologis dan isu biologis memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan ilmu psikologi saat ini. Isu fisiologis diawali dari perkembangan neurofisiologi. Ilmu ini mempelajari bagaimana saraf dan otot bekerja, bagaimana otak berfungsi, dan fungsi organ – organ lainnya terhadap tubuh manusia. Kaitannya isu fisiologis dan biologis terhadap ilmu psikologi adalah bagaimana hal yang terjadi dalam tubuh manusia, misalnya reaksi kimia dalam otak, pengaruh obat terhadap otak, dan lain sebagainya mempengaruhi perilaku kita. Disitulah titik dimana ilmu psikologi mempunyai peran dalam menjelaskan bagaimana perilaku tersebut bisa muncul karena aspek biologi dari diri manusia bereaksi. Ada banyak sekali teori yang bermunculan dan semua teori itu berkaitan dalam perkembangan ilmu psikologi. Sehingga sumbangsih ilmu fisiologi termasuk juga ilmu biologi memberikan pengaruh besar terhadap ilmu psikologi yang muncul dan berkembang sampai saat ini.

PSIKOLOGI DARI MASA KE MASA

Dalam subbab ini, kita akan melihat bagaimana perkembangan ilmu psikologi dari awal bagaimana psikologi ada sampai psikologi menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang empiris. Dasar perkembangan ilmu psikologi muncul dari jaman Yunani Kuno hingga zaman modern dimana akhirnya psikologi menjadi sebuah ilmu yang empiris dan ilmiah. Ada banyak sekali tokoh dari zaman Yunani Kuno hingga zaman modern yang membahas bagaimana permulaan ilmu psikologi. Penulis tidak menjelaskan semua tokoh dalam perkembangan ilmu psikologi, tetapi penulis hanya menjelaskan beberapa tokoh yang berkaliber dalam kaitannya dengan ilmu psikologi dan relevan dari zaman ke zaman sehingga pembaca dapat dengan mudah mengerti dan memahami apa yang menjadi titik dasar dalam perkembangan ilmu psikologi dari masa ke masa hingga menjadi ilmu pengetahuan yang terus berkembang.

ZAMAN YUNANI KUNO

Socrates

Berawal dari Socrates, ia adalah guru dari Plato. Socrates banyak membahas tentang politik, ekonomi, dan ilmu sosial lainnya. Socrates dapat dikatakan sebagai pioner atau ilmuan sosial yang pertama kali ada di dunia ini. Socrates tidak secara gamblang membahas ilmu psikologi, tetapi ada sejumlah argumen yang diberikan oleh Socrates dimana pada masa ia hidup, Socrates pernah tentang psyche dan perkataan Socrates itu memiliki kemiripan dengan perkembangan ilmu psikologi modern. Socrates melihat bahwa psyche manusia, yang diartikan sebagai jiwa atau roh manusia akan meninggalkan tubuh pada saat manusia mati sebagai sebuah bayangan dan menuju kepada Hades, salah satu dewa yang ada di dalam masa Yunani Kuno. Socrates tidak secara langsung berbicara ilmu psikologi, tetapi ada sebuah point penyataan Socrates yaitu “Know thyself”. Hal ini bisa diinterpretasikan sebagai sebuah proses refleksi dalam diri manusia. Tetapi, pada zaman ini, hal ini belum digunakan ke dalam ilmu psikologi, sampai pada zaman pertengahan dimana St. Agustinus menggunakan istilah ini.

Plato

Menurut Lundin (1996), Plato yang merupakan seorang pengikut aliran dualism melihat bahwa ide merupakan bagian yang terpisah dari badan manusia. Realitas sebenarnya datang dari ide. Ide merupakan bagian yang melayang diatas manusia, tidak terbatas, tidak dapat dijangkau, dan sempurna. Tetapi, Ide tersebut dikurung didalam tubuh manusia, sehingga menurut Plato, tubuh manusialah yang memenjarakan ide tersebut sehingga ide tersebut menjadi terbatas, tidak sempurna, dan terperangkap dalam diri manusia. Seperti Socrates, Plato juga berbicara psyche atau jiwa. Tetapi, psyche yang dimaksud oleh Plato adalah moral manusia, pikiran, dan perilaku manusia yang menjadi sumber dari berbagai perilaku. Plato percaya jika jiwa manusia merupakan hal yang tidak terbatas dan abadi. Pada zaman ini dapat dilihat bahwa pemikiran para filsuf sangat konseptualis, sehingga apa yang mereka pikirkan, itulah yang mereka anggap benar sehingga konsep tentang jiwa atau psyche ini merupakan hal yang menurut kita prinitif pada saat ini. Untuk mendapatkan penjelasan lebih dalam tentang interpretasi Plato terhadap jiwa, bisa ditemukan di dalam buku yang dituliskan oleh Plato yang berjudul Reminiscence.

Aristoteles

Aristoteles merupakan seorang pengikut monisme, dimana Aristoteles menganggap bahwa jiwa dan badan manusia merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aristoteles dapat dikatakan sebagai “the first real psychologist” karena caranya dalam menjelaskan isu psikologi dengan secara keilmuan. Psikologi dalam Aristoteles dapat ditemukan di dalam dua buah bukunya, yaitu De Anima dan Parva Naturalia. Dalam De Anima, Aritoteles menjelaskan lebih mendalam tentang apa itu Psyche atau jiwa.Menurut Lundin (1996), Aristoteles menjelaskan ada empat hal dalam kausalitas, yaitu formal, efficient, final, dan material. Material merupakan benda atau hal yang ada dalam sebuah benda. Misalnya material dari sebuah meja adalah kayu. Efficient adalah adalah sesuatu yang berubah, bergerak, atau berpindah tempat. Misalnya “Kenapa kamu ke hutan?” dan jawabannya adalah “untuk mengambil kayu membuat meja.” Hal ini juga bisa merupakan final karena hal ini merupakan tujuan untuk perjalanan ke hutan tersebut. Untuk mengetahui psikologi dalam Aristoteles, kita harus melihat pendapatnya tentang dunia metafisik. Aristoteles membagi hal ini kedalam dua bagian yaitu form dan matter. Berbeda dengan ide Plato, Aristoteles melihat hal ini merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Form tidak ada tanpa matter, dan begitu juga sebaliknya. Sehingga dalam hal ini, kedua hal ini saling mempengaruhi dan saling berkaitan.

De Anima

De Anima merupakan buku dari Aristoteles yang menjelaskan tentang psyche atau jiwa. Meja dibuat oleh kayu, hal ini dilihat sebagai sebuah kesatuan. Begitu juga psyche, yang tidak terpisah dalam diri manusia, dalam hal ini jiwa dan badan manusia merupakan sebuah kesatuan. Psyche merupakan subtansi dari badan manusia dan dilihat dari aksi. Buku De Anima dibagi kedalam tiga bagian, yaitu introduksi dari Aristoteles yang diindikasikan sebagai psikologi, masalah dan sejarah dari kaum terpelajar di zaman itu. Bagian kedua adalah tentang psychological action seperti sensasi dan objeknya. Bagian ketiga adalah berhubungan dengan aktifitas yang lebih kompleks.
Plato mengemukakan bahwa makhluk hidup memiliki hirarki antara psyche atau fungsi. Karena psyche merupakan fungsi atau bagian dari seluruh makhluk hidup, maka tidak ada pembagian antara fungsi biologi dan psikologi dalam makhluk hidup.

Hirarki terbawah yaitu nutritive atau vegetative. Maksudnya adalah fungi dari ini untuk reproduksi dan berkembang. Hal ini dimiliki oleh semua makhluk hidup di dunia ini. 
Hirarki berikutnya adalah sensing atau perceiving. Yaitu dasar untuk mendapatkan informasi. Setiap indra dihubungkan dengan organ tertentu dalam tubuh makhluk hidup. Hal ini dimiliki oleh semua makhluk hidup, kecuali tumbuhan. 
Hirarki berikutnya adalah motion. Hal ini dimaksud dengan makhluk hidup dapat bergerak tanpa adanya tekanan dari luar dalam dirinya. Hewan bergerak untuk memenuhi, mengarahkan, dan memuaskan kepuasan secara biologis, yang bisa disebut dengan insting dalam hewan tersebut. Manusia sendiri bergerak karena ada alasan tertentu sehingga alasan itulah yang memotivasi manusia untuk bergerak. Manusia dapat berpikir dan melihat masa depannya. Aristoteles menyebutkan ini sebagai wish.
Hirarki berikutnya adalah imagination. Hal ini berkaitan dengan sensasi dan mempengarhui terbentuknya hirarki terakhir, yaitu thinking atau reasoning.
Hirarki terakhir menurut Aristoteles adalah thinking atau reasoning. Hal ini hanya dimiliki oleh manusia. Manusia menggunakan ini atas pengaruh dari sensing dan ini merupakan hal yang harus dia persepsikan untuk mengambil sebuah keputusan. Dalam prosesnya itulah yang disebut dengan thinking.

ZAMAN PERKEMBANGAN ABAD PERTENGAHAN

St. Agustinus

Menurut St. Agustinus, pengetahuan sebenarnya hanya datang dari Tuhan. Dia percaya bahwa segala sesuatu bahkan yang sudah melalui pengamatan empiris adalah bukan ilmu pengetahuan. Menurutnya Tuhan adalah sumber segalanya. Tuhan merupakan pencipta dari manusia, surga, dan bumi yang ditempati manusia. Kita dapat melihat bahwa Tuhan ada di dalam manusia dan manusia ada di dalam Tuhan. Terlihat jelas bahwa pengaruh gereja sangat besar dalam diri seorang St. Agustinus. Ia merupakan seorang filsuf dan teolog besar pada zamannya. Menurutnya, hanya melalui refleksi dalam diri sendiri dan iman jiwa kita dapat dipahami dan diketahui. Jiwa merupakan sesuatu yang tidak berbentuk dan tidak memiliki dimensi fisik. Ia mengumpamakan jiwa manusia seperti prinsip trinitas, yaitu jiwa kita merupakan satu unit yang tidak bisa dipisahkan. Jiwa kita diciptakan oleh Tuhan pada saat tubuh manusia diciptakan. Sehingga untuk mengetahui jiwa kita lebih mendalam, kita harus melakukan introspeksi atau refleksi dalam diri kita sendiri. Sumbangan terbesar yang diberikan oleh St. Agustinus dalam perkembangan ilmu psikologi adalah prinsip dari introspeksi tersebut. Dalam perkembangannya nanti, kaum strukturalisme menggunakan cara ini sebagai cara utama dalam menganalisis daerah kesadaraan dalam diri manusia melalui cara ini. Nantinya, cara introspeksi ini juga digunakan oleh kaum strukturalis, fungsionalis, gestalt, dan humanis dalam membantu mereka mencari jawaban atas masalah yang dihadapi. Seperti misalnya oleh kaum gestalt, menurut mereka melalui cara introspeksi ini digunakan karena persepsi dan sensai tergantung pada pengalaman individu, yang kemudian dipahami oleh individu tersebut dengan cara introspeksi itu sendiri.

St. Thomas Aquinas

St. Thomas Aquinas merupakan salah satu seorang filsuf dan teolog besar hingga saat ini. Ia juga disebut sebagai salah satu pujangga gereja yang memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan gereja. St. Thomas Aquinas sangat mengagumi Aristoteles sehingga pemikiran Thomas Aquinas dapat dibilang hampir mirip karena segala pemikirannya berasal dari Aristoteles. Pada tahun 1265, dia membuat sebuah karya yang besar yang disebut dengan Summa Theologica. Dalam karyanya, ia menempatkan psikologinya dalam bagian yang tidak biasa, yaitu antara enam hari penciptaan manusia dan studi tentang manusia yang tidak bersalah. Letak pembahasan psikologi St. Thomas Aquinas merupakan transformasi yang dilakukannya dalam De Anima (seperti yang dibahas pada bagian sebelumnya) dan diberikan sedikit “bumbu” agama katolik karena Thomas Aquinas merupakan seorang teolog pada zamannya. Ia menggunakan De Anima sebagai dasar kerangka berpikirnya dalam melihat psikologi dan menggunakan prinsip – prinsip keagamaan yang ada dalam diri St. Thomas Aquinas.
Kita melihat bahwa pengaruh De Anima yang sudah dipengaruhi oleh agama Kristen memiliki 
pengaruh besar di abad ke – 20. Menurut St. Thomas Aquinas, apa yang disebut psyche dalam Aristoteles tidak lagi merupakan sebuah kesatuan, tetapi merupakan dua hal yang berbeda. Manusia menurut St. Thomas Aquinas memiliki dua buah bagian, yaitu roh dan badan. Roh memiliki dunia tersendiri yaitu dunia roh dan badan memiliki dunia yang disebut dengan duniawi. Jiwa merupakan hal yang tidak terlihat dan jiwa digunakan untuk memahami Tuhan sebagai sumber kehidupan dalam diri manusia dan hubungan antara manusia dan Tuhan dihubungkan dengan jiwa.
Bagaimana sumbangsih yang diberikan oleh St. Thomas Aquinas terhadap ilmu psikologi? Menurut St. Thomas Aquinas, manusia terdiri dari roh dan badan yang terpisah tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. Ia melihat bahwa otak merupakan  tempat dimana jiwa itu berada. Sehingga perdebatan antara mind – body problem terus berlanjut sampai pada hari ini.  St. Thomas Aquinas menggunakan dogma gereja katolik sebagai panduan untuk mengembangkan konsep psikologi yang dikembangkan oleh Aristoteles. Berikut adalah empat fungsi dari psyche yang dikembangkan oleh St. Thomas Aquinas yang berasal dari Aristoteles (Lundin, 1996).
  1. Alasan Aristoteles tentang reasoning atau fungsi rasional diubah menjadi spirit atau jiwa yang terpisah dari badan manusia seutuhnya. Jiwa merupakan sesuatu yang abadi dan berasal dari Tuhan. Hal ini dilihat dari latar belakang Thomas Aquinas sebagai teolog.
  2. Jiwa digunakan untuk kebaikan, menghindari sakit, bertahan dan mengatasi hambatan.
  3. Sensing dan perceiving bereaksi dalam dua cara, yaitu sense yang berasal dari dalam termasuk imajinasi, memori, dan akal budi. Sense yang berasal dari luar (eksternal) yaitu pengelihatan, perasa, sentuhan, dan lainnya.
  4. Vegetative digunakan untk nutrisi, pertumbuhan, dan reproduksi.
ZAMAN PERKEMBANGAN FILSUF MODERN

Mind-Body Problem

Isu ini merupakan salah satu isu tertua yang ada dalam perdebatan dalam dunia psikologi (Lundin, 1996). Para filsuf, teolog, dan psikolog mempunyai pandangan mereka masing – masing. Seperti Aristoteles, dia melihat bahwa jiwa dan badan manusia merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebaliknya, Thomas Aquinas melihat jiwa dan badan manusia merupakan hal yang terpisah tetapi berjalan beriringan dalam membentuk kehidupan. Kedua pandangan ini berkembang dan memiliki masing – masing pendapat dari para filsuf. Tentunya, hal ini dipengaruhi oleh latar belakang dari masing – masing tokoh yang memperdebatkan kedua hal ini. Secara umum, persoalan ini dibagi menjadi dua aliran, yaitu Monisme dan Dualisme. Kedua hal ini masih menjadi perdebatan hingga saat ini dan masing – masing memiliki kelebihan dan kekurangannya dalam menjelaskan fenomena.

Monisme

Monisme adalah aliran dalam psikologi yang melihat bahwa dunia ini hanya memiliki satu kesatuan. Jiwa dan badan merupakan satu substansi manusia yang tidak dapat dipisahkan (Kalat, 2009).

Dualisme

Dualisme adalah aliran dalam psikologi yang melihat bahwa antara jiwa dan badan merupakan dua 
substansi yang berbeda tetapi bergerak beriringan dalam mempengaruhi manusia. Jiwa dan badan memiliki caranya masing – masing dan bergerak beriringan dalam diri manusia (Kalat, 2009).

Rene Decrates

Seperti yang kita ketahui, Rene Decrates merupakan kaum yang mendukung dualisme. Sebelum dijelaskan lebih jauh tentang apa yang ditemukan oleh Rene Decrates, kita harus memahami latar belakangnya terlebih dahulu.
Rene Decrates merupakan seorang ilmuan, filsuf, matematikawan, dan juga merupakan pioner dalam dunia psikologi. Ia mengumpamakan bahwa badan manusia sebagai sebuah mesin. Dia melihat bahwa hewan hanyalah sebuah mesin dengan reflex, insting, dan gerakan – gerakan refleks lainnya, tidak lebih dari itu. Dia berasumsi bahwa saraf dalam hewan memiliki hal yang disebut jiwa hewan.  Lain halnya pada manusia, Rene Decrates melihat bahwa manusia merespon stimulus yang ada dengan cara yang lebih kompleks. Stimulus masuk ke dalam tubuh manusia melalui rangkaian proses fisik dan masuk ke dalam reseptor dan diproses ke dalam otak dan kemudian dikembalikan kembali ke dalam otak dan menjadi sebuah gerakan. Descrates berasumsi bahwa dalam manusia, beberapa perilaku yang diproduksi mirip dengan refleks yang dibentuk oleh hewan. Tetapi, dia percaya bahwa manusia tidak hanya bergerak begitu saja, tetapi ada proses berpikir sehingga hal ini yang menentukan perilaku tersebut. Dalam hal ini, Descrates memberikan sebuah substansi dalam manusia, yang disebut dengan jiwa. Sehingga dalam manusia, terdapat dua buah substansi yang berbeda yang saling mempengaruhi perilaku manusia, sehingga berdasarkan pemikiran ini, ia merupakan seorang yang mengikuti aliran dualisme.
Pemikiran Rene Decrates terhadap hal ini dapat membawa kita terhadap sebuah hal, yaitu dia melihat manusia bukanlah hanya makhluk hidup biasa, tetapi makhluk hidup yang berperilaku dan hidup. Latar belakangnya sebagai fisiologis yang membantu menjelaskan fenomena awal terhadap psikologi membantu kita memahami bagaimana manusia dapat berperilaku sedemikian rupa terhadap stimulus yang ada di sekitarnya. Sumbangsih Rene Decrates dari bidang fisiologisnya memberikan dampak besar terhadap ilmu psikologi pada saat ini, terutama dalam melihat perilaku manusia berdasarkan aspek biologis dalam diri manusia. Rene Decrates melihat bagaimana jiwa dan tubuh merupakan dua hal yang terpisah dan bergerak bersama, sehingga membentuk sesuatu yang disebut dengan pengalaman.

John Locke

John Locke merupakan seorang filsuf yang berasal dari Inggris. Ia percaya bahwa segala ide manusia berasal dari pengalaman. Pada saat lahir, jiwa manusia dianalogikan sebagai sebuah kertas hitam, sebuah tabula rasa. Kertas hitam ini diisi oleh manusia melalui pengalamannya. Jiwa pada dasarnya bersifat pasif dan hanya bisa melakukan dua hal, yaitu menerima pengalaman dari luar, misalnya merasakan atau disebut dengan sensing. Hal kedua yaitu jiwa bisa melakukan refleksi. Melalui proses refleksi, manusia dapat mengetahui apa yang ada di dalam dirinya. Hal ini juga disebut dengan proses berpikir pada manusia. Dari argument John Locke, dapat dilihat bahwa sumber dari segala pengetahuan adalah pengalaman, dimana Locke menggunakan konsep yang berasal dari Aristoteles.
Saat pengalaman didapat dalam diri kita, pengalaman dibagi menjadi dua hal, yaitu pengalaman sederhana dan kompleks. Pengalaman sederhana hanya datang berasal dari sensasi biasa, misalnya melihat warna biru. Pengalaman kompleks didapat dari kombinasi antara pengalaman sederhana atau ide. John Locke memperkenalkan sebuah konsep baru yang disebut dengan asosiasi ide. Hal ini adalah saat ide sederhana datang di dalam pikiran manusia, mereka menjadi terelaborasi dan kemudian terasosiasi. Hal ini menjadi saling berkaitan dan saat ide masuk ke dalam pikiran manusia, maka akan terjadi proses asosiasi di dalamnya yang membuat hal ini menjadi saling berhubungan. Dari gabungan anta ide ini, maka ide ini menjadi sebuah ide yang kompleks yang ada di dalam pikiran manusia. Misalnya, ide kompleks sebuah lukisan, dibuat dari sebuah ide sederhana dari sebuah warna, gambar, ketebalan, dan lainnya, sehingga membuat sebuah hasil yang disebut dengan ide kompleks itu sendiri.
Sumbangsih terbesar dari John Locke terhadap ilmu psikologi adalah konsep assosiasi yang diperkenalkan olehnya diaplikasikan ke dalam banyak teori psikologi saat ini. Sebagai kaum empirisme, dimana segala sesuatu harus disa dibuktikan secara empiris, maka John Locke memberikan sebuah penyataan bahwa sumber segala ilmu pengetahuan adalah berasal dari lingkungan sekitar manusia itu sendiri yang dapat dilihat dan diobservasi. Walaupun sebagai orang yang mendukung dualisme, ia percaya jika Tuhan tetap ada, tetapi tidak sebagai sumber pengetahuan.

PSIKOLOGI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN (PSIKOLOGI MODERN)

Wilhelm Wundt

Wilhelm Wundt merupakan salah satu tokoh psikologi terbesar yang pernah ada. Sumbangsih terbesarnya adalah saat Wundt membawa ilmu psikologi kedalam ranah ilmiah dengan percobaan yang ada di dalam laboratorium. Hari ini, kita ketahui bahwa Wundt merupakan salah satu pioner dalam perkembangan ilmu psikologi modern. Wundt mengembangkan metode secara sistematis dalam ilmu psikologi yang kemudian dikembangkan oleh muridnya.
Hal yang terpenting yang dapat kita pelajari dari Wundt adalah pendekatan atau metode yang sistematis dalam dunia psikologi, yang membuat ilmu psikologi menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri, terlepas dari bayang – bayang ilmu filsafat dan fisiologis. Memang kedua ilmu tersebut (filsafat dan fisiologis) mempunyai peran yang besar dalam perkembangan ilmu psikologi, tetapi berkat sumbangsih Wundt, ilmu psikologi menjadi sebuah ilmu yang mandiri dengan metodenya tersendiri. Wundt mengembangkan laboratorium psikologi pertama di Universitas Leipzig, di Jerman pada tahun 1879. Wundt merupakan seorang filsuf dan seorang fisiologis, yang kemudian menjadi seorang psikolog. Pada awalnya, Wundt mempelajari obat – obatan, yang kemudian menjadi pintu gerbang bagi dirinya untuk mempelajari anatomi dan fisiologi. Buku pertamanya yang berjudul tentang Contributions to the Theory of Sensory Perception tidak banyak membahas tentang ilmu psikologi, tetapi hanya pada awal (Preface) saja. Tahun 1875 Wundt menjadi pemimpin di fakultas filsafat di Universitas Leipzig, dan kemudian tahun 1879 Wundt membuka laboratorium psikologi pertamanya sampai pada tahun 1881 laboratorium Wundt diambil alih oleh fakultas. Wundt merupakan salah satu dosen yang terkenal di Universitas Leipzig dan untuk mendukung perkembangan ilmu psikologi pertamanya, Wundt seringkali menggunakan eksperimen dalam penelitiannya. Ada banyak sekali mahasiswa yang tertarik dan kemudian menjadi pioneer dalam ilmu psikologi seperti James McKeen, Edward Scripture, dan termasuk E.B. Titchener yang membawa ilmu psikologi dari Jerman menuju ke Amerika yang kemudian disebut dengan strukturalisme.
Dalam perkembangannya, pengaruh John Locke terhadap Wundt yang mengembangkan metode empiris dan ilmu didapatkan berdasarkan pengalaman menjadi dasar penting bagi Wundt dalam mengembangkan ilmu psikologi. Wundt mengikuti tradisi ini (empirisme yang diperkenalkan John Locke) untuk mempelajari conscious experience yang Wundt uji di dalam laboratorium pertamanya.
Wilhelm Wundt menggunakan metode empiris di dalam laboratoriumnya dengan metode eksperimental yang mengukur tentang sensasi, perasaan, dan memori. Dalam laboratorium Wundt, Wundt tidak hanya menggunakan metode ekperimental, tetapi juga menggunakan metode instrospeksi. Introspeksi mempunyai sejarah yang panjang. Seperti yang dipaparkan dalam bahasan sebelumnya, instropeksi disebut sebagai cara untuk menemukan jiwa seperti dipaparkan oleh St. Agustinus. Bagi Wundt, Introspeksi mempunyai artian yang berbeda. Menurutnya introspeksi bukanlah proses yang dapat dihasilkan oleh tubuh, tetapi jiwa itu sendiri.
Wundt dikenal mempunyai banyak murid dan Wundt mempresentasikan apa yang didapatkannya kepada publik sehingga orang ada banyak orang yang menarik untuk mempelajari apa yang dilakukan oleh Wundt, kemudian murid Wundt mengembangkan ilmunya di negara dan laboratoriumnya masing – masing seperti misalnya, E.B Tichener yang merupakan orang Inggris pergi ke Amerika dan membuka laboratorium pertama di Universitas Cornel dan hal ini membuat ilmu psikologi pada awalnya berkembang.

Strukturalisme

Pendiri dari aliran strukturalisme adalah E.B. Titchener yang merupakan salah satu seorang murid Wilhelm Wundt. Titchener pergi ke Amerika dan mengembangkan aliran ini pertama kali di Universitas Cornell. Menurut kaum strukturalisme, kesadaran manusia dapat dibagi sampai kepada bagian terkecil. Dengan menggunakan metode eksperimen dan introspeksi, subjek ditempatkan dan dikondisikan untuk dilihat bagaimana respond dan rekasi dari subjek untuk mencapai persepsi dan sensasi sampai pada tingkat dasar. Tetapi, setelah mendapatkan data, kaum strukturalisme tidak menindaklanjuti data tersebut. Sehingga, kaum strukturalisme hanya menjawab sampai tahapan what. Selain itu, ada kelemahan dalam aliran strukturalisme, yaitu subjektivitas yang sangat mempengaruhi hasil dari eksperimen dari Titchener. Sensasi setiap orang bisa sama tetapi persepsi terhadap sesuatu bisa saja berbeda antara satu subjek dengan subjek yang lainnya. Subjektifitas dari subjek penelitian inilah yang membuat hasil dari eksperimen ini menjadi tidak dapat diandalkan dan tidak valid. Sumbangsih aliran strukturalisme terhadap dunia psikologi adalah bagaimana subjektifitas dari aliran ini membuat para ilmuan saat itu berpikir untuk membuat ilmu pengetahuan yang lebih objektif.
Aliran strukturalisme ini memberikan kesadaran untuk objektifitas. Tanpa adanya aliran ini, maka ilmuan mungkin tidak akan pernah tahu untuk mencari data yang lebih objektif sehingga penelitian mereka menjadi lebih valid dan sepeninggalan Titchener pada tahun 1927, maka aliran ini juga semakin meredup.

Fungsionalsime

Aliran fungsionalisme berkembang di Amerika pada pertengahan sampai pada akhir tahun 1800-an. Tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah William James. Ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Principle of Psychology. William James dikenal sebagai salah satu pioneer psikologi di Amerika dan orang menyebutnya sebagai “Bapak psikologi Amerika”. Bukunya kemudian dijadikan sebagai standard rujukan dalam ilmu psikologi di Amerika pada saat itu.
Pada dasarnya, dasar penelitian antara Wundt, Titchener, dan James sama yaitu sensasi, persepsi, dan pengalaman. Tetapi, James menyatakan bahwa otak dan jiwa manusia berubah secara konstant. Aliran ini melihat how dan why dari sebuah perilaku dengan mencari data dengan menggunakan metode observasi. Fokus dari aliran ini adalah melihat bagaimana perilaku membantu manusia dalam hidup di lingkungannya, karena James terinspirasi dari teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Menurut Carol dan Tavris (2010), William James menyebutkan kesadaran manusia seperti sungai kesadaran. Menurut James, hal ini diungkapkan kesadaran manusia terbentuk mirip seperti sungai yang mempunyai ombak, alur, yang berbeda – beda. Sehingga hal ini menunjukkan proses mental manusia yang berbeda – beda.
Sama seperti aliran strukturalisme, aliran ini tidak mempunyai umur yang terlalu panjang. Tetapi, kontribusi aliran ini terhadap ilmu psikologi mempunyai sumbangsih yang besar, terlebih sosok William James itu sendiri. Buku yang diterbitkan oleh James pada saat itu dijadikan sebagai acuan untuk mempelajari ilmu psikologi di Amerika pada saat itu. Sehingga, perkembangan ilmu psikologi di Amerika berkembang bermula dari buku yang diterbitkan oleh William James. Apalagi, William James merupakan orang yang kharismatik dan gaya menulisnya yang unik dalam literature psikologi yang ia tulis, membuat banyak orang tertarik untuk mengetahui ilmu psikologi lebih jauh.

Psikoanalisis

Pada awal abad ke – 19, di Amerika Serikat mulai tumbuh banyak sekali aliran terapi psikologi. Sampai pada titik ini, psikologi di masa ini lebih menekankan pada daerah kesadaran manusia. Tetapi, perkembangan ilmu psikologi selanjutnya yang mempunyai dampak sangat besar terhadap ilmu psikologi lahir di sebuah kota di Austria, yaitu Vienna. Saat ilmuan psikologi di Amerika dan Eropa masih bekerja di dalam laboratoriumnya dimana mereka terus mengembangkan ilmu psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang ilmiah, Sigmund Freud, seorang neurologis, berada di kantornya untuk mengobati pasiennya yang mengalami depresi, kecemasan, dan gangguan mental lainnya. Freud melihat bahwa penyakit yang diderita pasiennya bukanlah akibat dari fisik mereka, tetapi berasal dari tekanan mental yang dialami sehingga menyebabkan konflik dalam internal pasiennya yang berujung kepada penyakit fisik yang dialami. Freud melihat bahwa pengalaman masa kecil dan ketidaksadaran manusialah yang mempunyai peran besar dalam perkembangan kepribadian dan perilaku orang tersebut di masa depan.  Freud melihat bahwa kepribadian manusia digambarkan seperti sebuah gunung es, dimana hanya ada bagian puncak dari gunung tersebut terlihat. Dalam bagian yang tidak terlihat itulah yang banyak mempegaruhi perilaku dan kepribadian orang tersebut.
Freud membagi kepribadian manusia kedalam tiga bagian, yaitu id, ego, dan super ego. Tiga bagian itu masing-masing dibagi berdasarkan komponen kesadaran, misalnya Id, memiliki komponen tidak sadar, Ego memiliki komponen sadar, prasadar, dan tidak sadar, serta superego dengan komponen prasadar dan tidak sadar (Feist, Feist, & Roberts, 2013).
Pemikiran Freud tentang dinamika kepribadian manusia pada awal abad ke – 20 mempunyai peran yang signifikan dalam perkembangan ilmu psikologi. Walaupun banyak sekali kritik yang diberikan kepada Freud, kontribusinya dalam ilmu psikologi tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu pemikiran yang paling cemerlang dalam ilmu psikologi yang kemudian menginspirasi ilmuan psikologi lainnya untuk mengembangkan teori baru berdasarkan teori Freud. Pandangan aliran psikoanalisis ini memberikan pengaruh yang besar dalam seluruh perkembangan ilmu psikologi di masa itu dan tak heran, nama Sigmund Freud disejajarkan dengan Einstein karena sumbangsihnya terhadap ilmu psikologi.

KESIMPULAN

Dalam perkembangannya, ilmu psikologi mempunyai sejarah yang panjang untuk ditelaah untuk sampai pada pemikiran ilmu psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang ilmiah. Ilmu psikologi sudah berkembangan dari zaman Yunani Kuno; walaupun pada zaman itu, ilmu psikologi masih belum secara gamblang disebut sebuah ilmu pengetahuan. Kita dapat melihat, pada zaman perkembangan ilmu Yunani Kuno, ilmu psikologi masih dibayang – bayang oleh ilmu filsafat yang pada saat itu berkembang. Filsuf seperti Socrates dan Plato mempunyai pemikiran tersendiri dalam memaknai konsep jiwa atau psyche. Tetapi, pada Aristoteles melalui bukunya De Anima, memberikan pengaruh besar karena Aristoteles memaparkan konsep psyche secara sistematis dan bukunya menjadi acuan terhadap pengembangan konsep oleh filsuf di zaman selanjutnya.
Di zaman pertengahan, kita dapat melihat bahwa pengaruh gereja katolik memasuki ke seluruh bidang kehidupan, termasuk bidang ilmu pengetahuan. Tak heran filsuf di zaman ini lebih menekankan hidup yang berorientasi pada Tuhan.
Segala sesuatu dilakukan untuk Tuhan dan Tuhan merupakan inspirasi pemikiran dari pada filsuf pada zaman pertengahan.Pada zaman ini, ada sebuah konsep penting yang diperkenalkan oleh St. Agustinus yang nantinya menjadi inspirasi dalam perkembangan ilmu psikologi, yaitu introspeksi. Metode ini digunakan untuk mengetahui kedalaman jiwa seseorang dalam relasinya dengan Tuhan. Termasuk St. Thomas Aquinas yang memberikan pandangan baru terhadap konsep psyche yang dipaparkan oleh Aristoteles.
Dalam perkembangan zaman filsuf modern, kita melihat sumbangsih Rene Decrates yang memberikan pandangan bahwa pengaruh fisiologis dan anatomi manusia terhadap perilaku manusia. Berdasarkan pemikirannya, perilaku manusia ada karena respon biologis manusia terhadap stimulus yang ada disekitar lingkungannya. Dalam hal ini, ilmu psikologi masih belum merupakan ilmu yang dapat berdiri sendiri karena masih dianggap sebagai hasil dari respon biologis dan anatomi manusia. Sebaliknya, John Locke melihat bahwa apa yang dipaparkan Dectrates merupakan hal yang salah. Menurut John Locke yang merupakan pengikut aliran empiris, manusia terbentuk dari pengalaman dan pembelajaran dari lingkungannya, sehingga apa yang dipaparkan John Locke membantah teori yang dipaparkan oleh Rene Decrates. Akan tetapi, pengaruh dari ilmuan ini terhadap ilmu psikologi memberikan sumbangsih bahwa ilmu psikologi harus didasarkan bukti empiris yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui pengamatan dan sumbangsih Decrates yang memberikan pandangan fungsi fisiologis terhadap ilmu psikologis menjadi acuan dasar perkembangan ilmu psikologi. Hal inilah yang menjadikan inspirasi bagi Wilhelm Wundt.
Ilmu psikologi pertama kali diperkenalkan sebagai ilmu yang ilmiah karena sumbangsih dari Wilhelm Wundt. Secara resmi pada tahun 1879 Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertamanya di Jerman dan ini merupakan titik kelahiran ilmu psikologi yang ilmiah karena pada saat itu diuji dalam laboratorium pertamanya. Beranjak dari St. Agustinus yang memberikan metode introspeksi, Wundt menggunakan metode ini dalam laboratorium psikologi pertamanya untuk mendapatkan data yang ilmiah melalui eksperimen yang dilakukannya.
Setelah Wundt, muncullah tokoh seperti E.B Titchener dan Willam James yang membawa ilmu psikologi berkembang di Eropa dan Amerika. Mereka terus mengembangkan ilmu yang dipelajari dari Wundt dan memberikan sumbangsih besar terhadap ilmu psikologi pada saat itu agar ilmu psikologi menjadi lebih empiris. Tetapi, tidak dapat dipungkiri, sosok Freud yang mempunyai pandangan berbeda, juga memberikan sumbangsih terhadap perkembangan kepribadian manusia hingga saat ini. Freud memaparkan bahwa kepribadian manusia didominasi oleh alam bawah sadar manusia. Hal ini tentu bertentangan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Wundt dan muridnya. Tetapi, sumbangsih tokoh – tokoh psikologi tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan teori yang ada sampai pada hari ini. Sumbangsih dasar pemikiran tokoh pada setiap zaman memberikan dampak terhadap perkembangan ilmu psikologi hingga menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri, terlepas dari ilmu filsafat dan fisiologis, walau tidak dipungkiri kedua ilmu tersebut memberikan peran yang signifikan terhadap ilmu psikologi.


Daftar Pustaka

Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T.-A. (2013). Theories of Personality. Boston: McGraw-Hill.

Kalat, J. W. (2009). Biological Psychology. California: Wadsworth Publishing Company.

Lundin, R. W. (1996). Theories and Systems of psychology. Lexington: D.C. Health and Company.

Sihotang, K. (2009). Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanisius.

Wade, C., & Tavris, C. (2010). Psychology. Boston: Pearson Education.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar