Filsafat Ilmu & Ilmu Psikologi
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu psikologi merupakan ilmu
yang relatif baru. Ilmu ini dulunya merupakan cabang dari dua buah ilmu,
yaitu filsafat dan fisiologis. Ilmu psikologi terus berkembang seiring
berjalannya waktu. Kita bisa mulai dari masa Yunani Kuno sampai pada masa kini, ilmu
psikologi terus berkembang. Tetapi, bagaimana ilmu ini dapat berkembang ?
Apakah ilmu psikologi merupakan ilmu yang ilmiah, yang benar – benar
ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan secara empiris, atau hanya sebuah
pseudoscience ? Untuk mengetahui jawaban tersebut, kita mulai dari asal muasal ilmu
psikologi sampai ia dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu
filsafat dan ilmu fisiologis merupakan akar dari ilmu psikologi. Berawal
dari isu psyche, soul, dan mind – body problem (yang akan
dibahas nantinya), ilmu psikologi berkembang sedemikian rupa sampai
pada hari ini. Segala hal akan dibahas, dimulai dari aspek historisitas,
filsafat, hingga ilmu pengetahuan modern untuk memahami mengapa ilmu
psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang khas dan dapat
berdiri sendiri sebagai ilmu pengetahuan.
Filsafat
Apakah itu filsafat ? Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philein, artinya mencintai dan Sophia,
yang berarti kebijaksanaan (Sihotang, 2009). Dari kedua kata ini,
secara harafiah kita dapat mengartikan filsafat sebagai pecinta
kebijaksanaan. Tetapi, para filsuf seperti Herodotus menggunakan kata philosophein dalam
arti yang lainnya. Ia menggunakan kata ini sebagai “upaya untuk
menemukan sesuatu”. Dalam artian ini, filsafat merupakan rasa ingin tahu
manusia terhadap sesuatu. Menurut Sihotang (2009), Filsafat dapat didefinisikan sebagai tiga
hal, yakni :
(1) filsafat sebagai hasil perenungan. Dalam artian ini
filsafat merupakan hasil permenungan terhadap hasil perenungan atau ide
yang ada dalam diri manusia. Perenungan ini merupakan refleksi yang
dilakukan oleh manusia kepada diri sendiri untuk mencari makna atau
jawaban akan sesuatu hal yang dipikirkan dalam diri manusia.
(2)
filsafat sebagai kritik, yaitu filsafat berusaha untuk mengerti,
membedakan, dan mengambil keputusan.
(3) filsafat sebagai sebuah ilmu
yang berusaha mencari kebenaran secara metodis, sistematis, rasional,
dan radikal melampaui kebenaran dan pertanggungjawaban. Filsafat
digunakan untuk mempertanyakan segala fenomena yang ada dalam kehidupan
manusia. Kegiatan berfilsafat ini selain mempertanyakan segala fenomena
yang ada juga digunakan untuk mencari jawaban atas fenomena tersebut.
Artinya, tidak hanya menangkap fenomena atas pengelihatan empiris,
tetapi digunakan untuk menangkap esensi (nomena) dalam sebuah
kejadian. Hal ini kemudian direfleksikan dan dipertanyakan dalam diri
manusia untuk mencari jawaban atas sebuah fenomena tersebut dan
menggunakan akal budi manusia sebagai media utama manusia dalam
mempertanyakan dan menjawab fenomena yang ada dalam diri manusia itu
sendiri. Atas dasar inilah mengapa filsafat dapat dikatakan sebagai akar
dari seluruh ilmu pengetahuan, karena dari kegiatan berfilsafat manusia
itu sendiri, manusia dapat mencari dan memecahkan masalah yang dihadapi
dalam sebuah fenomena yang terjadi di sekitar manusia.
Fisiologis
Fisiologis adalah sebuah cabang ilmu yang menjelaskan tentang
aktifitas otak dan organ tubuh lainnya (Kalat, 2009). Seperti yang kita
ketahui, isu fisiologis dan isu biologis memberikan pengaruh yang besar
terhadap perkembangan ilmu psikologi saat ini. Isu fisiologis diawali
dari perkembangan neurofisiologi. Ilmu ini mempelajari bagaimana saraf
dan otot bekerja, bagaimana otak berfungsi, dan fungsi organ – organ
lainnya terhadap tubuh manusia. Kaitannya isu fisiologis dan biologis
terhadap ilmu psikologi adalah bagaimana hal yang terjadi dalam tubuh
manusia, misalnya reaksi kimia dalam otak, pengaruh obat terhadap otak,
dan lain sebagainya mempengaruhi perilaku kita. Disitulah titik dimana
ilmu psikologi mempunyai peran dalam menjelaskan bagaimana perilaku
tersebut bisa muncul karena aspek biologi dari diri manusia bereaksi. Ada banyak sekali teori yang bermunculan dan semua teori itu
berkaitan dalam perkembangan ilmu psikologi. Sehingga sumbangsih ilmu
fisiologi termasuk juga ilmu biologi memberikan pengaruh besar terhadap
ilmu psikologi yang muncul dan berkembang sampai saat ini.
PSIKOLOGI DARI MASA KE MASA
Dalam subbab ini, kita akan melihat bagaimana perkembangan ilmu
psikologi dari awal bagaimana psikologi ada sampai psikologi menjadi
sebuah ilmu pengetahuan yang empiris. Dasar perkembangan ilmu psikologi
muncul dari jaman Yunani Kuno hingga zaman modern dimana akhirnya
psikologi menjadi sebuah ilmu yang empiris dan ilmiah. Ada banyak sekali tokoh dari zaman Yunani Kuno hingga zaman modern
yang membahas bagaimana permulaan ilmu psikologi. Penulis tidak
menjelaskan semua tokoh dalam perkembangan ilmu psikologi, tetapi
penulis hanya menjelaskan beberapa tokoh yang berkaliber dalam kaitannya
dengan ilmu psikologi dan relevan dari zaman ke zaman sehingga pembaca
dapat dengan mudah mengerti dan memahami apa yang menjadi titik dasar
dalam perkembangan ilmu psikologi dari masa ke masa hingga menjadi ilmu
pengetahuan yang terus berkembang.
ZAMAN YUNANI KUNO
Socrates
Berawal dari Socrates, ia adalah guru dari Plato. Socrates banyak
membahas tentang politik, ekonomi, dan ilmu sosial lainnya. Socrates
dapat dikatakan sebagai pioner atau ilmuan sosial yang pertama kali ada
di dunia ini. Socrates tidak secara gamblang membahas ilmu psikologi,
tetapi ada sejumlah argumen yang diberikan oleh Socrates dimana pada
masa ia hidup, Socrates pernah tentang psyche dan perkataan Socrates itu memiliki kemiripan dengan perkembangan ilmu psikologi modern. Socrates melihat bahwa psyche manusia,
yang diartikan sebagai jiwa atau roh manusia akan meninggalkan tubuh
pada saat manusia mati sebagai sebuah bayangan dan menuju kepada Hades,
salah satu dewa yang ada di dalam masa Yunani Kuno. Socrates tidak
secara langsung berbicara ilmu psikologi, tetapi ada sebuah point
penyataan Socrates yaitu “Know thyself”. Hal ini bisa diinterpretasikan
sebagai sebuah proses refleksi dalam diri manusia. Tetapi, pada zaman
ini, hal ini belum digunakan ke dalam ilmu psikologi, sampai pada zaman
pertengahan dimana St. Agustinus menggunakan istilah ini.
Plato
Menurut Lundin (1996), Plato yang merupakan seorang pengikut aliran
dualism melihat bahwa ide merupakan bagian yang terpisah dari badan
manusia. Realitas sebenarnya datang dari ide. Ide merupakan bagian yang
melayang diatas manusia, tidak terbatas, tidak dapat dijangkau, dan
sempurna. Tetapi, Ide tersebut dikurung didalam tubuh manusia, sehingga
menurut Plato, tubuh manusialah yang memenjarakan ide tersebut sehingga
ide tersebut menjadi terbatas, tidak sempurna, dan terperangkap dalam
diri manusia. Seperti Socrates, Plato juga berbicara psyche atau jiwa. Tetapi, psyche yang
dimaksud oleh Plato adalah moral manusia, pikiran, dan perilaku manusia
yang menjadi sumber dari berbagai perilaku. Plato percaya jika jiwa
manusia merupakan hal yang tidak terbatas dan abadi. Pada zaman ini
dapat dilihat bahwa pemikiran para filsuf sangat konseptualis, sehingga
apa yang mereka pikirkan, itulah yang mereka anggap benar sehingga
konsep tentang jiwa atau psyche ini merupakan hal yang menurut
kita prinitif pada saat ini. Untuk mendapatkan penjelasan lebih dalam
tentang interpretasi Plato terhadap jiwa, bisa ditemukan di dalam buku
yang dituliskan oleh Plato yang berjudul Reminiscence.
Aristoteles
Aristoteles merupakan seorang pengikut monisme, dimana Aristoteles
menganggap bahwa jiwa dan badan manusia merupakan sebuah kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Aristoteles dapat dikatakan sebagai “the first real psychologist” karena
caranya dalam menjelaskan isu psikologi dengan secara keilmuan.
Psikologi dalam Aristoteles dapat ditemukan di dalam dua buah bukunya,
yaitu De Anima dan Parva Naturalia. Dalam De Anima, Aritoteles menjelaskan lebih mendalam tentang apa itu Psyche atau jiwa.Menurut Lundin (1996), Aristoteles menjelaskan ada empat hal dalam kausalitas, yaitu formal, efficient, final, dan material. Material merupakan benda atau hal yang ada dalam sebuah benda. Misalnya material dari sebuah meja adalah kayu. Efficient adalah
adalah sesuatu yang berubah, bergerak, atau berpindah tempat. Misalnya
“Kenapa kamu ke hutan?” dan jawabannya adalah “untuk mengambil kayu
membuat meja.” Hal ini juga bisa merupakan final karena hal ini merupakan tujuan untuk perjalanan ke hutan tersebut. Untuk mengetahui psikologi dalam Aristoteles, kita harus melihat
pendapatnya tentang dunia metafisik. Aristoteles membagi hal ini kedalam
dua bagian yaitu form dan matter. Berbeda dengan ide Plato, Aristoteles melihat hal ini merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Form tidak ada tanpa matter, dan begitu juga sebaliknya. Sehingga dalam hal ini, kedua hal ini saling mempengaruhi dan saling berkaitan.
De Anima
De Anima merupakan buku dari Aristoteles yang menjelaskan tentang psyche atau jiwa. Meja dibuat oleh kayu, hal ini dilihat sebagai sebuah kesatuan. Begitu juga psyche, yang tidak terpisah dalam diri manusia, dalam hal ini jiwa dan badan manusia merupakan sebuah kesatuan. Psyche merupakan subtansi dari badan manusia dan dilihat dari aksi. Buku De Anima dibagi kedalam tiga bagian, yaitu introduksi
dari Aristoteles yang diindikasikan sebagai psikologi, masalah dan
sejarah dari kaum terpelajar di zaman itu. Bagian kedua adalah tentang psychological action seperti sensasi dan objeknya. Bagian ketiga adalah berhubungan dengan aktifitas yang lebih kompleks.
Plato mengemukakan bahwa makhluk hidup memiliki hirarki antara psyche atau fungsi. Karena psyche merupakan
fungsi atau bagian dari seluruh makhluk hidup, maka tidak ada pembagian
antara fungsi biologi dan psikologi dalam makhluk hidup.
Hirarki terbawah yaitu nutritive atau vegetative. Maksudnya adalah fungi dari ini untuk reproduksi dan berkembang. Hal ini dimiliki oleh semua makhluk hidup di dunia ini.
Hirarki berikutnya adalah sensing atau perceiving.
Yaitu dasar untuk mendapatkan informasi. Setiap indra dihubungkan dengan
organ tertentu dalam tubuh makhluk hidup. Hal ini dimiliki oleh semua
makhluk hidup, kecuali tumbuhan.
Hirarki berikutnya adalah motion. Hal ini dimaksud dengan
makhluk hidup dapat bergerak tanpa adanya tekanan dari luar dalam
dirinya. Hewan bergerak untuk memenuhi, mengarahkan, dan memuaskan
kepuasan secara biologis, yang bisa disebut dengan insting dalam hewan
tersebut. Manusia sendiri bergerak karena ada alasan tertentu sehingga
alasan itulah yang memotivasi manusia untuk bergerak. Manusia dapat
berpikir dan melihat masa depannya. Aristoteles menyebutkan ini sebagai wish.
Hirarki berikutnya adalah imagination. Hal ini berkaitan dengan sensasi dan mempengarhui terbentuknya hirarki terakhir, yaitu thinking atau reasoning.
Hirarki terakhir menurut Aristoteles adalah thinking atau reasoning. Hal ini hanya dimiliki oleh manusia. Manusia menggunakan ini atas pengaruh dari sensing dan ini merupakan hal yang harus dia persepsikan untuk mengambil sebuah keputusan. Dalam prosesnya itulah yang disebut dengan thinking.
ZAMAN PERKEMBANGAN ABAD PERTENGAHAN
St. Agustinus
Menurut St. Agustinus, pengetahuan sebenarnya hanya datang dari
Tuhan. Dia percaya bahwa segala sesuatu bahkan yang sudah melalui
pengamatan empiris adalah bukan ilmu pengetahuan. Menurutnya Tuhan
adalah sumber segalanya. Tuhan merupakan pencipta dari manusia, surga,
dan bumi yang ditempati manusia. Kita dapat melihat bahwa Tuhan ada di
dalam manusia dan manusia ada di dalam Tuhan. Terlihat jelas bahwa
pengaruh gereja sangat besar dalam diri seorang St. Agustinus. Ia
merupakan seorang filsuf dan teolog besar pada zamannya. Menurutnya,
hanya melalui refleksi dalam diri sendiri dan iman jiwa kita dapat
dipahami dan diketahui. Jiwa merupakan sesuatu yang tidak berbentuk dan
tidak memiliki dimensi fisik. Ia mengumpamakan jiwa manusia seperti prinsip trinitas, yaitu jiwa
kita merupakan satu unit yang tidak bisa dipisahkan. Jiwa kita
diciptakan oleh Tuhan pada saat tubuh manusia diciptakan. Sehingga untuk
mengetahui jiwa kita lebih mendalam, kita harus melakukan introspeksi
atau refleksi dalam diri kita sendiri. Sumbangan terbesar yang diberikan oleh St. Agustinus dalam
perkembangan ilmu psikologi adalah prinsip dari introspeksi tersebut.
Dalam perkembangannya nanti, kaum strukturalisme menggunakan cara ini
sebagai cara utama dalam menganalisis daerah kesadaraan dalam diri
manusia melalui cara ini. Nantinya, cara introspeksi ini juga digunakan
oleh kaum strukturalis, fungsionalis, gestalt, dan humanis dalam
membantu mereka mencari jawaban atas masalah yang dihadapi. Seperti
misalnya oleh kaum gestalt, menurut mereka melalui cara introspeksi ini
digunakan karena persepsi dan sensai tergantung pada pengalaman
individu, yang kemudian dipahami oleh individu tersebut dengan cara
introspeksi itu sendiri.
St. Thomas Aquinas
St. Thomas Aquinas merupakan salah satu seorang filsuf dan teolog
besar hingga saat ini. Ia juga disebut sebagai salah satu pujangga
gereja yang memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan dan gereja. St. Thomas Aquinas sangat mengagumi Aristoteles
sehingga pemikiran Thomas Aquinas dapat dibilang hampir mirip karena
segala pemikirannya berasal dari Aristoteles. Pada tahun 1265, dia
membuat sebuah karya yang besar yang disebut dengan Summa Theologica.
Dalam karyanya, ia menempatkan psikologinya dalam bagian yang tidak
biasa, yaitu antara enam hari penciptaan manusia dan studi tentang
manusia yang tidak bersalah. Letak pembahasan psikologi St. Thomas
Aquinas merupakan transformasi yang dilakukannya dalam De Anima (seperti
yang dibahas pada bagian sebelumnya) dan diberikan sedikit “bumbu”
agama katolik karena Thomas Aquinas merupakan seorang teolog pada
zamannya. Ia menggunakan De Anima sebagai dasar kerangka
berpikirnya dalam melihat psikologi dan menggunakan prinsip – prinsip
keagamaan yang ada dalam diri St. Thomas Aquinas.
Kita melihat bahwa pengaruh De Anima yang sudah dipengaruhi oleh agama Kristen memiliki
pengaruh besar di abad ke – 20. Menurut St. Thomas Aquinas, apa yang disebut psyche dalam
Aristoteles tidak lagi merupakan sebuah kesatuan, tetapi merupakan dua
hal yang berbeda. Manusia menurut St. Thomas Aquinas memiliki dua buah
bagian, yaitu roh dan badan. Roh memiliki dunia tersendiri yaitu dunia
roh dan badan memiliki dunia yang disebut dengan duniawi. Jiwa merupakan
hal yang tidak terlihat dan jiwa digunakan untuk memahami Tuhan sebagai
sumber kehidupan dalam diri manusia dan hubungan antara manusia dan
Tuhan dihubungkan dengan jiwa.
Bagaimana sumbangsih yang diberikan oleh St. Thomas Aquinas terhadap
ilmu psikologi? Menurut St. Thomas Aquinas, manusia terdiri dari roh dan
badan yang terpisah tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. Ia
melihat bahwa otak merupakan tempat dimana jiwa itu berada. Sehingga
perdebatan antara mind – body problem terus berlanjut sampai pada
hari ini. St. Thomas Aquinas menggunakan dogma gereja katolik sebagai
panduan untuk mengembangkan konsep psikologi yang dikembangkan oleh
Aristoteles. Berikut adalah empat fungsi dari psyche yang dikembangkan oleh St. Thomas Aquinas yang berasal dari Aristoteles (Lundin, 1996).
- Alasan Aristoteles tentang reasoning atau fungsi rasional diubah menjadi spirit atau
jiwa yang terpisah dari badan manusia seutuhnya. Jiwa merupakan sesuatu
yang abadi dan berasal dari Tuhan. Hal ini dilihat dari latar belakang
Thomas Aquinas sebagai teolog.
- Jiwa digunakan untuk kebaikan, menghindari sakit, bertahan dan mengatasi hambatan.
- Sensing dan perceiving bereaksi dalam dua cara, yaitu sense yang berasal dari dalam termasuk imajinasi, memori, dan akal budi. Sense yang berasal dari luar (eksternal) yaitu pengelihatan, perasa, sentuhan, dan lainnya.
- Vegetative digunakan untk nutrisi, pertumbuhan, dan reproduksi.
ZAMAN PERKEMBANGAN FILSUF MODERN
Mind-Body Problem
Isu ini merupakan salah satu isu tertua yang ada dalam perdebatan
dalam dunia psikologi (Lundin, 1996). Para filsuf, teolog, dan psikolog
mempunyai pandangan mereka masing – masing. Seperti Aristoteles, dia
melihat bahwa jiwa dan badan manusia merupakan sebuah kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Sebaliknya, Thomas Aquinas melihat jiwa dan
badan manusia merupakan hal yang terpisah tetapi berjalan beriringan
dalam membentuk kehidupan. Kedua pandangan ini berkembang dan memiliki
masing – masing pendapat dari para filsuf. Tentunya, hal ini dipengaruhi
oleh latar belakang dari masing – masing tokoh yang memperdebatkan
kedua hal ini. Secara umum, persoalan ini dibagi menjadi dua aliran,
yaitu Monisme dan Dualisme. Kedua hal ini masih menjadi perdebatan
hingga saat ini dan masing – masing memiliki kelebihan dan kekurangannya
dalam menjelaskan fenomena.
Monisme
Monisme adalah aliran dalam psikologi yang melihat bahwa dunia ini
hanya memiliki satu kesatuan. Jiwa dan badan merupakan satu substansi
manusia yang tidak dapat dipisahkan (Kalat, 2009).
Dualisme
Dualisme adalah aliran dalam psikologi yang melihat bahwa antara jiwa
dan badan merupakan dua
substansi yang berbeda tetapi bergerak
beriringan dalam mempengaruhi manusia. Jiwa dan badan memiliki caranya
masing – masing dan bergerak beriringan dalam diri manusia (Kalat,
2009).
Rene Decrates
Seperti yang kita ketahui, Rene Decrates merupakan kaum yang
mendukung dualisme. Sebelum dijelaskan lebih jauh tentang apa yang
ditemukan oleh Rene Decrates, kita harus memahami latar belakangnya
terlebih dahulu.
Rene Decrates merupakan seorang ilmuan, filsuf, matematikawan, dan
juga merupakan pioner dalam dunia psikologi. Ia mengumpamakan bahwa
badan manusia sebagai sebuah mesin. Dia melihat bahwa hewan hanyalah
sebuah mesin dengan reflex, insting, dan gerakan – gerakan refleks
lainnya, tidak lebih dari itu. Dia berasumsi bahwa saraf dalam hewan
memiliki hal yang disebut jiwa hewan. Lain halnya pada manusia, Rene
Decrates melihat bahwa manusia merespon stimulus yang ada dengan cara
yang lebih kompleks. Stimulus masuk ke dalam tubuh manusia melalui
rangkaian proses fisik dan masuk ke dalam reseptor dan diproses ke dalam
otak dan kemudian dikembalikan kembali ke dalam otak dan menjadi sebuah
gerakan. Descrates berasumsi bahwa dalam manusia, beberapa perilaku
yang diproduksi mirip dengan refleks yang dibentuk oleh hewan. Tetapi,
dia percaya bahwa manusia tidak hanya bergerak begitu saja, tetapi ada
proses berpikir sehingga hal ini yang menentukan perilaku tersebut.
Dalam hal ini, Descrates memberikan sebuah substansi dalam manusia, yang
disebut dengan jiwa. Sehingga dalam manusia, terdapat dua buah
substansi yang berbeda yang saling mempengaruhi perilaku manusia,
sehingga berdasarkan pemikiran ini, ia merupakan seorang yang mengikuti
aliran dualisme.
Pemikiran Rene Decrates terhadap hal ini dapat membawa kita terhadap
sebuah hal, yaitu dia melihat manusia bukanlah hanya makhluk hidup
biasa, tetapi makhluk hidup yang berperilaku dan hidup. Latar
belakangnya sebagai fisiologis yang membantu menjelaskan fenomena awal
terhadap psikologi membantu kita memahami bagaimana manusia dapat
berperilaku sedemikian rupa terhadap stimulus yang ada di sekitarnya.
Sumbangsih Rene Decrates dari bidang fisiologisnya memberikan dampak
besar terhadap ilmu psikologi pada saat ini, terutama dalam melihat
perilaku manusia berdasarkan aspek biologis dalam diri manusia. Rene
Decrates melihat bagaimana jiwa dan tubuh merupakan dua hal yang
terpisah dan bergerak bersama, sehingga membentuk sesuatu yang disebut
dengan pengalaman.
John Locke
John Locke merupakan seorang filsuf yang berasal dari Inggris. Ia
percaya bahwa segala ide manusia berasal dari pengalaman. Pada saat
lahir, jiwa manusia dianalogikan sebagai sebuah kertas hitam, sebuah tabula rasa.
Kertas hitam ini diisi oleh manusia melalui pengalamannya. Jiwa pada
dasarnya bersifat pasif dan hanya bisa melakukan dua hal, yaitu menerima
pengalaman dari luar, misalnya merasakan atau disebut dengan sensing.
Hal kedua yaitu jiwa bisa melakukan refleksi. Melalui proses refleksi,
manusia dapat mengetahui apa yang ada di dalam dirinya. Hal ini juga
disebut dengan proses berpikir pada manusia. Dari argument John Locke,
dapat dilihat bahwa sumber dari segala pengetahuan adalah pengalaman,
dimana Locke menggunakan konsep yang berasal dari Aristoteles.
Saat pengalaman didapat dalam diri kita, pengalaman dibagi menjadi
dua hal, yaitu pengalaman sederhana dan kompleks. Pengalaman sederhana
hanya datang berasal dari sensasi biasa, misalnya melihat warna biru.
Pengalaman kompleks didapat dari kombinasi antara pengalaman sederhana
atau ide. John Locke memperkenalkan sebuah konsep baru yang disebut dengan
asosiasi ide. Hal ini adalah saat ide sederhana datang di dalam pikiran
manusia, mereka menjadi terelaborasi dan kemudian terasosiasi. Hal ini
menjadi saling berkaitan dan saat ide masuk ke dalam pikiran manusia,
maka akan terjadi proses asosiasi di dalamnya yang membuat hal ini
menjadi saling berhubungan. Dari gabungan anta ide ini, maka ide ini
menjadi sebuah ide yang kompleks yang ada di dalam pikiran manusia.
Misalnya, ide kompleks sebuah lukisan, dibuat dari sebuah ide sederhana
dari sebuah warna, gambar, ketebalan, dan lainnya, sehingga membuat
sebuah hasil yang disebut dengan ide kompleks itu sendiri.
Sumbangsih terbesar dari John Locke terhadap ilmu psikologi adalah
konsep assosiasi yang diperkenalkan olehnya diaplikasikan ke dalam
banyak teori psikologi saat ini. Sebagai kaum empirisme, dimana segala
sesuatu harus disa dibuktikan secara empiris, maka John Locke memberikan
sebuah penyataan bahwa sumber segala ilmu pengetahuan adalah berasal
dari lingkungan sekitar manusia itu sendiri yang dapat dilihat dan
diobservasi. Walaupun sebagai orang yang mendukung dualisme, ia percaya
jika Tuhan tetap ada, tetapi tidak sebagai sumber pengetahuan.
PSIKOLOGI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN (PSIKOLOGI MODERN)
Wilhelm Wundt
Wilhelm Wundt merupakan salah satu tokoh psikologi terbesar yang
pernah ada. Sumbangsih terbesarnya adalah saat Wundt membawa ilmu
psikologi kedalam ranah ilmiah dengan percobaan yang ada di dalam
laboratorium. Hari ini, kita ketahui bahwa Wundt merupakan salah satu
pioner dalam perkembangan ilmu psikologi modern. Wundt mengembangkan
metode secara sistematis dalam ilmu psikologi yang kemudian dikembangkan
oleh muridnya.
Hal yang terpenting yang dapat kita pelajari dari Wundt adalah
pendekatan atau metode yang sistematis dalam dunia psikologi, yang
membuat ilmu psikologi menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri,
terlepas dari bayang – bayang ilmu filsafat dan fisiologis. Memang kedua
ilmu tersebut (filsafat dan fisiologis) mempunyai peran yang besar
dalam perkembangan ilmu psikologi, tetapi berkat sumbangsih Wundt, ilmu
psikologi menjadi sebuah ilmu yang mandiri dengan metodenya tersendiri. Wundt mengembangkan laboratorium psikologi pertama di Universitas
Leipzig, di Jerman pada tahun 1879. Wundt merupakan seorang filsuf dan
seorang fisiologis, yang kemudian menjadi seorang psikolog. Pada
awalnya, Wundt mempelajari obat – obatan, yang kemudian menjadi pintu
gerbang bagi dirinya untuk mempelajari anatomi dan fisiologi. Buku
pertamanya yang berjudul tentang Contributions to the Theory of Sensory Perception tidak banyak membahas tentang ilmu psikologi, tetapi hanya pada awal (Preface) saja.
Tahun 1875 Wundt menjadi pemimpin di fakultas filsafat di Universitas
Leipzig, dan kemudian tahun 1879 Wundt membuka laboratorium psikologi
pertamanya sampai pada tahun 1881 laboratorium Wundt diambil alih oleh
fakultas. Wundt merupakan salah satu dosen yang terkenal di Universitas
Leipzig dan untuk mendukung perkembangan ilmu psikologi pertamanya,
Wundt seringkali menggunakan eksperimen dalam penelitiannya. Ada banyak
sekali mahasiswa yang tertarik dan kemudian menjadi pioneer dalam ilmu
psikologi seperti James McKeen, Edward Scripture, dan termasuk E.B.
Titchener yang membawa ilmu psikologi dari Jerman menuju ke Amerika yang
kemudian disebut dengan strukturalisme.
Dalam perkembangannya, pengaruh John Locke terhadap Wundt yang
mengembangkan metode empiris dan ilmu didapatkan berdasarkan pengalaman
menjadi dasar penting bagi Wundt dalam mengembangkan ilmu psikologi.
Wundt mengikuti tradisi ini (empirisme yang diperkenalkan John Locke)
untuk mempelajari conscious experience yang Wundt uji di dalam laboratorium pertamanya.
Wilhelm Wundt menggunakan metode empiris di dalam laboratoriumnya
dengan metode eksperimental yang mengukur tentang sensasi, perasaan, dan
memori. Dalam laboratorium Wundt, Wundt tidak hanya menggunakan metode
ekperimental, tetapi juga menggunakan metode instrospeksi. Introspeksi
mempunyai sejarah yang panjang. Seperti yang dipaparkan dalam bahasan
sebelumnya, instropeksi disebut sebagai cara untuk menemukan jiwa
seperti dipaparkan oleh St. Agustinus. Bagi Wundt, Introspeksi mempunyai
artian yang berbeda. Menurutnya introspeksi bukanlah proses yang dapat
dihasilkan oleh tubuh, tetapi jiwa itu sendiri.
Wundt dikenal mempunyai banyak murid dan Wundt mempresentasikan apa
yang didapatkannya kepada publik sehingga orang ada banyak orang yang
menarik untuk mempelajari apa yang dilakukan oleh Wundt, kemudian murid
Wundt mengembangkan ilmunya di negara dan laboratoriumnya masing –
masing seperti misalnya, E.B Tichener yang merupakan orang Inggris pergi
ke Amerika dan membuka laboratorium pertama di Universitas Cornel dan
hal ini membuat ilmu psikologi pada awalnya berkembang.
Strukturalisme
Pendiri dari aliran strukturalisme adalah E.B. Titchener yang
merupakan salah satu seorang murid Wilhelm Wundt. Titchener pergi ke
Amerika dan mengembangkan aliran ini pertama kali di Universitas
Cornell. Menurut kaum strukturalisme, kesadaran manusia dapat dibagi
sampai kepada bagian terkecil. Dengan menggunakan metode eksperimen dan
introspeksi, subjek ditempatkan dan dikondisikan untuk dilihat bagaimana
respond dan rekasi dari subjek untuk mencapai persepsi dan sensasi
sampai pada tingkat dasar. Tetapi, setelah mendapatkan data, kaum
strukturalisme tidak menindaklanjuti data tersebut. Sehingga, kaum
strukturalisme hanya menjawab sampai tahapan what. Selain itu,
ada kelemahan dalam aliran strukturalisme, yaitu subjektivitas yang
sangat mempengaruhi hasil dari eksperimen dari Titchener. Sensasi setiap
orang bisa sama tetapi persepsi terhadap sesuatu bisa saja berbeda
antara satu subjek dengan subjek yang lainnya. Subjektifitas dari subjek
penelitian inilah yang membuat hasil dari eksperimen ini menjadi tidak
dapat diandalkan dan tidak valid. Sumbangsih aliran strukturalisme
terhadap dunia psikologi adalah bagaimana subjektifitas dari aliran ini
membuat para ilmuan saat itu berpikir untuk membuat ilmu pengetahuan
yang lebih objektif.
Aliran strukturalisme ini memberikan kesadaran untuk objektifitas.
Tanpa adanya aliran ini, maka ilmuan mungkin tidak akan pernah tahu
untuk mencari data yang lebih objektif sehingga penelitian mereka
menjadi lebih valid dan sepeninggalan Titchener pada tahun 1927, maka
aliran ini juga semakin meredup.
Fungsionalsime
Aliran fungsionalisme berkembang di Amerika pada pertengahan sampai
pada akhir tahun 1800-an. Tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah
William James. Ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Principle of Psychology.
William James dikenal sebagai salah satu pioneer psikologi di Amerika
dan orang menyebutnya sebagai “Bapak psikologi Amerika”. Bukunya
kemudian dijadikan sebagai standard rujukan dalam ilmu psikologi di
Amerika pada saat itu.
Pada dasarnya, dasar penelitian antara Wundt, Titchener, dan James
sama yaitu sensasi, persepsi, dan pengalaman. Tetapi, James menyatakan
bahwa otak dan jiwa manusia berubah secara konstant. Aliran ini melihat how dan why dari
sebuah perilaku dengan mencari data dengan menggunakan metode
observasi. Fokus dari aliran ini adalah melihat bagaimana perilaku
membantu manusia dalam hidup di lingkungannya, karena James terinspirasi
dari teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Menurut Carol
dan Tavris (2010), William James menyebutkan kesadaran manusia seperti
sungai kesadaran. Menurut James, hal ini diungkapkan kesadaran manusia
terbentuk mirip seperti sungai yang mempunyai ombak, alur, yang berbeda –
beda. Sehingga hal ini menunjukkan proses mental manusia yang berbeda –
beda.
Sama seperti aliran strukturalisme, aliran ini tidak mempunyai umur
yang terlalu panjang. Tetapi, kontribusi aliran ini terhadap ilmu
psikologi mempunyai sumbangsih yang besar, terlebih sosok William James
itu sendiri. Buku yang diterbitkan oleh James pada saat itu dijadikan
sebagai acuan untuk mempelajari ilmu psikologi di Amerika pada saat itu.
Sehingga, perkembangan ilmu psikologi di Amerika berkembang bermula
dari buku yang diterbitkan oleh William James. Apalagi, William James
merupakan orang yang kharismatik dan gaya menulisnya yang unik dalam
literature psikologi yang ia tulis, membuat banyak orang tertarik untuk
mengetahui ilmu psikologi lebih jauh.
Psikoanalisis
Pada awal abad ke – 19, di Amerika Serikat mulai tumbuh banyak sekali
aliran terapi psikologi. Sampai pada titik ini, psikologi di masa ini
lebih menekankan pada daerah kesadaran manusia. Tetapi, perkembangan
ilmu psikologi selanjutnya yang mempunyai dampak sangat besar terhadap
ilmu psikologi lahir di sebuah kota di Austria, yaitu Vienna. Saat
ilmuan psikologi di Amerika dan Eropa masih bekerja di dalam
laboratoriumnya dimana mereka terus mengembangkan ilmu psikologi sebagai
ilmu pengetahuan yang ilmiah, Sigmund Freud, seorang neurologis, berada
di kantornya untuk mengobati pasiennya yang mengalami depresi,
kecemasan, dan gangguan mental lainnya. Freud melihat bahwa penyakit
yang diderita pasiennya bukanlah akibat dari fisik mereka, tetapi
berasal dari tekanan mental yang dialami sehingga menyebabkan konflik
dalam internal pasiennya yang berujung kepada penyakit fisik yang
dialami. Freud melihat bahwa pengalaman masa kecil dan ketidaksadaran
manusialah yang mempunyai peran besar dalam perkembangan kepribadian dan
perilaku orang tersebut di masa depan. Freud melihat bahwa kepribadian
manusia digambarkan seperti sebuah gunung es, dimana hanya ada bagian
puncak dari gunung tersebut terlihat. Dalam bagian yang tidak terlihat
itulah yang banyak mempegaruhi perilaku dan kepribadian orang tersebut.
Freud membagi kepribadian manusia kedalam tiga bagian, yaitu id, ego, dan
super ego. Tiga bagian itu masing-masing dibagi berdasarkan komponen
kesadaran, misalnya Id, memiliki komponen tidak sadar, Ego memiliki
komponen sadar, prasadar, dan tidak sadar, serta superego dengan
komponen prasadar dan tidak sadar (Feist, Feist, & Roberts, 2013).
Pemikiran Freud tentang dinamika kepribadian manusia pada awal abad
ke – 20 mempunyai peran yang signifikan dalam perkembangan ilmu
psikologi. Walaupun banyak sekali kritik yang diberikan kepada Freud,
kontribusinya dalam ilmu psikologi tidak dapat dipungkiri menjadi salah
satu pemikiran yang paling cemerlang dalam ilmu psikologi yang kemudian
menginspirasi ilmuan psikologi lainnya untuk mengembangkan teori baru
berdasarkan teori Freud. Pandangan aliran psikoanalisis ini memberikan
pengaruh yang besar dalam seluruh perkembangan ilmu psikologi di masa
itu dan tak heran, nama Sigmund Freud disejajarkan dengan Einstein
karena sumbangsihnya terhadap ilmu psikologi.
KESIMPULAN
Dalam perkembangannya, ilmu psikologi mempunyai sejarah yang panjang
untuk ditelaah untuk sampai pada pemikiran ilmu psikologi merupakan ilmu
pengetahuan yang ilmiah. Ilmu psikologi sudah berkembangan dari zaman
Yunani Kuno; walaupun pada zaman itu, ilmu psikologi masih belum secara
gamblang disebut sebuah ilmu pengetahuan. Kita dapat melihat, pada zaman
perkembangan ilmu Yunani Kuno, ilmu psikologi masih dibayang – bayang
oleh ilmu filsafat yang pada saat itu berkembang. Filsuf seperti
Socrates dan Plato mempunyai pemikiran tersendiri dalam memaknai konsep
jiwa atau psyche. Tetapi, pada Aristoteles melalui bukunya De Anima, memberikan pengaruh besar karena Aristoteles memaparkan konsep psyche secara sistematis dan bukunya menjadi acuan terhadap pengembangan konsep oleh filsuf di zaman selanjutnya.
Di zaman pertengahan, kita dapat melihat bahwa pengaruh gereja
katolik memasuki ke seluruh bidang kehidupan, termasuk bidang ilmu
pengetahuan. Tak heran filsuf di zaman ini lebih menekankan hidup yang
berorientasi pada Tuhan.
Segala sesuatu dilakukan untuk Tuhan dan Tuhan merupakan inspirasi pemikiran dari pada filsuf pada zaman pertengahan.Pada
zaman ini, ada sebuah konsep penting yang diperkenalkan oleh St.
Agustinus yang nantinya menjadi inspirasi dalam perkembangan ilmu
psikologi, yaitu introspeksi. Metode ini digunakan untuk mengetahui
kedalaman jiwa seseorang dalam relasinya dengan Tuhan. Termasuk St.
Thomas Aquinas yang memberikan pandangan baru terhadap konsep psyche yang dipaparkan oleh Aristoteles.
Dalam perkembangan zaman filsuf modern, kita melihat sumbangsih Rene
Decrates yang memberikan pandangan bahwa pengaruh fisiologis dan anatomi
manusia terhadap perilaku manusia. Berdasarkan pemikirannya, perilaku
manusia ada karena respon biologis manusia terhadap stimulus yang ada
disekitar lingkungannya. Dalam hal ini, ilmu psikologi masih belum
merupakan ilmu yang dapat berdiri sendiri karena masih dianggap sebagai
hasil dari respon biologis dan anatomi manusia. Sebaliknya, John Locke
melihat bahwa apa yang dipaparkan Dectrates merupakan hal yang salah.
Menurut John Locke yang merupakan pengikut aliran empiris, manusia
terbentuk dari pengalaman dan pembelajaran dari lingkungannya, sehingga
apa yang dipaparkan John Locke membantah teori yang dipaparkan oleh Rene
Decrates. Akan tetapi, pengaruh dari ilmuan ini terhadap ilmu psikologi
memberikan sumbangsih bahwa ilmu psikologi harus didasarkan bukti
empiris yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui pengamatan dan
sumbangsih Decrates yang memberikan pandangan fungsi fisiologis terhadap
ilmu psikologis menjadi acuan dasar perkembangan ilmu psikologi. Hal
inilah yang menjadikan inspirasi bagi Wilhelm Wundt.
Ilmu psikologi pertama kali diperkenalkan sebagai ilmu yang ilmiah karena sumbangsih dari Wilhelm Wundt.
Secara resmi pada tahun 1879 Wundt mendirikan laboratorium psikologi
pertamanya di Jerman dan ini merupakan titik kelahiran ilmu psikologi
yang ilmiah karena pada saat itu diuji dalam laboratorium pertamanya.
Beranjak dari St. Agustinus yang memberikan metode introspeksi, Wundt
menggunakan metode ini dalam laboratorium psikologi pertamanya untuk
mendapatkan data yang ilmiah melalui eksperimen yang dilakukannya.
Setelah Wundt, muncullah tokoh seperti E.B Titchener dan Willam James
yang membawa ilmu psikologi berkembang di Eropa dan Amerika. Mereka
terus mengembangkan ilmu yang dipelajari dari Wundt dan memberikan
sumbangsih besar terhadap ilmu psikologi pada saat itu agar ilmu
psikologi menjadi lebih empiris. Tetapi, tidak dapat dipungkiri, sosok
Freud yang mempunyai pandangan berbeda, juga memberikan sumbangsih
terhadap perkembangan kepribadian manusia hingga saat ini. Freud
memaparkan bahwa kepribadian manusia didominasi oleh alam bawah sadar
manusia. Hal ini tentu bertentangan dengan apa yang sudah dilakukan oleh
Wundt dan muridnya. Tetapi, sumbangsih tokoh – tokoh psikologi tersebut
memberikan dampak terhadap perkembangan teori yang ada sampai pada hari
ini. Sumbangsih dasar pemikiran tokoh pada setiap zaman memberikan
dampak terhadap perkembangan ilmu psikologi hingga menjadi sebuah ilmu
yang berdiri sendiri, terlepas dari ilmu filsafat dan fisiologis, walau
tidak dipungkiri kedua ilmu tersebut memberikan peran yang signifikan
terhadap ilmu psikologi.
Daftar Pustaka
Feist, J., Feist, G. J., & Roberts, T.-A. (2013).
Theories of Personality. Boston: McGraw-Hill.
Kalat, J. W. (2009).
Biological Psychology. California: Wadsworth Publishing Company.
Lundin, R. W. (1996).
Theories and Systems of psychology. Lexington: D.C. Health and Company.
Sihotang, K. (2009).
Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
Wade, C., & Tavris, C. (2010).
Psychology. Boston: Pearson Education.