Rabu, 12 November 2014


Analisis tentang Bullying dalam Lingkup Psikologi


Hasil analisis saya tentang kasus bullying, kali ini saya mengambil kasus bullying dari video yang beredar dimasyarakat kekerasan sejumlah siswa disalah satu sekolah dasar 'SD' Swasta di Kota Buktittinggi Sumatra Barat. Beredarnya video kekerasan tersebut sontak memunculkan respons negatif publik. Rata-rata publik menyatakan kekesalan atau keprihatinan terhadap aksi kekerasan yang terjadi dan juga mempersoalkan peredaran tayangan tersebut di media sosial.  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Bareskrim Polri dibantu Kementerian Komunikasi dan Informatika menangkap pengunggah dan penyebar video kekerasan itu. Pihak KPAI berpendapat bahwa video kekerasan tidak boleh di-upload di media publik, seperti youtube, karena dapat ditiru oleh anak-anak (Kompas.com, Senin 13 oktober 2014). Sementara itu, ada juga pihak yang mempertanyakan lemahnya kontrol pihak sekolah sehingga tindakan kekerasan tersebut bisa terjadi di lingkungan sekolah. Mereka juga meminta agar pihak sekolah diberi sanksi yang tegas atas kejadian ini oleh institusi yang bertanggung jawab (baca: dinas pendidikan) setempat.

Apa yang kita saksikan di youtube tersebut sejatinya merupakan salah satu bentuk bullying yang terjadi di ranah pendidikan. Kita khawatir bahwa kejadian tersebut laksana fenomena gunung es- dimana yang muncul dan mencuat ke ruang publik hanya sedikit dan diduga masih banyak kasus lain yang hingga kini belum terekspos. Kasus yang terjadi di Bukittinggi tersebut mencuat akibat ada pihak yang merekam dan kemudian mengunggahnya ke media sosial. Menurut KPAI, saat ini- kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan di sekolah, mengalahkan tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan, ataupun aduan pungutan liar (republika, rabu 15 oktober 2014).

Lalu, apa yang dimaksud dengan bullying ?. Menurut psikolog Andrew Mellor, bullying adalah pengalaman yang terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain dan ia takut apabila perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi sedangkan korban merasa tidak berdaya untuk mencegahnya. Bullying tidak lepas dari adanya kesenjangan power atau kekuatan antara korban dan pelaku serta diikuti pola repetisi (pengulangan perilaku). Lebih lanjut, Andrew Mellor menjelaskan bahwa ada beberapa jenis bullying, yakni: (1) bullying fisik, yaitu jenis bullying yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban. Perilaku yang termasuk, antara lain: memukul, menendang, meludahi, mendorong, mencekik, melukai menggunakan benda, memaksa korban melakukan aktivitas fisik tertentu, menjambak, merusak benda milik korban, dan lain-lain. Bullying fisik adalah jenis yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi dibandingkan bullying jenis lainnya; 
(2) bullying verbal melibatkan bahasa verbal yang bertujuan menyakiti hati seseorang. Perilaku yang termasuk, antara lain: mengejek, memberi nama julukan yang tidak pantas, memfitnah, pernyataan seksual yang melecehkan, meneror, dan lain-lain. Kasus bullying verbal termasuk jenis bullying yang sering terjadi dalam keseharian namun seringkali tidak disadari; 
(3) bullying relasi sosial adalah jenis bullying bertujuan menolak dan memutus relasi sosial korban dengan orang lain, meliputi pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Contoh bullying sosial antara lain: menyebarkan rumor, mempermalukan seseorang di depan umum, menghasut untuk menjauhi seseorang, menertawakan, menghancurkan reputasi seseorang, menggunakan bahasa tubuh yang merendahkan, mengakhiri hubungan tanpa alasan, dan lain-lain; 
(4) bullying elektronik merupakan merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan melalui media elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS, dan lain-lain. Perilaku yang termasuk antara lain menggunakan tulisan, gambar dan video yang bertujuan untuk mengintimidasi, menakuti, dan menyakiti korban. Contoh cyber bullying yaitu bullying lewat internet.

 Siapa saja si, yang berperan dalam kasus Bullying ini ? Lingkungan keluarga.
Disamping peran orang tua dan institusi pendidikan, faktor dukungan dari pemerintah juga penting melalui kebijakan, regulasi, dan anggaran untuk menjadikan pendidikan karakter ini sebagai salah satu program unggulan. Pendidikan karakter diyakini akan mampu menumbuhkan semangat kebersamaan, disiplin, saling menghormati/menghargai, budaya malu, tanggung jawab, dan nasionalisme. Nilai-nilai itulah yang saat ini kita perlukan sebagai bangsa. Sejarah mencatat bahwa kemajuan dan keunggulan suatu bangsa bukan ditentukan oleh faktor kekayaan sumber daya alam (SDA)- tetapi lebih pada aspek sumber daya manusia (SDM) yang memiliki karakter kuat. Bangsa-bangsa yang hari ini menunjukkan kemajuan yang cukup pesat, seperti: Jepang, Cina, dan Korea- ternyata sudah mengimplementasikan pendidikan karakter secara sistematis sejak mulai pendidikan dasar dan itu sangat berdampak positif- tidak hanya terhadap pencapaian akademis individu tetapi juga kemajuan bangsanya secara umum.

Hukuman untuk kasus bullying ini, menurut saya lebih kesistem pendidikannya, dan pola pengajarnya yang harus diperbaiki selebihnya diserahkan kepihak yang berwajib.



Daftar Pustaka
Pendiri The Jambi Institute dan Anggota Pelanta Jambi *.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar